Anak-anak siswa saat ini tentu saja memiliki tantangan
jauh lebih berat dibadingkan dengan kita saat kita masih menjadi siswa, dala
m
riset kecil saya dengan melalui wawancara bisa disimpulkan bahwa minimal ada 3
tantangan berat siswa yang harus dijadikan pelajaran oleh orang tua, guru dan
tentu saja siswa sendiri.
Pertama adalah Hoax, zaman now memang disebut
juga zaman editan, semuanya serba di edit dan bisa di edit, jika kita tidak
hati-hati bisa saja apa yang kita anggap itu nyata ternyata adalah hoax.Di
zaman serba hoax maka siswa harus bisa mengendalikan diri tidak langsung memberikan
penilaian tentang sesuatu apakah salah atau tidak kepada seseorang, mengutip
sebuah ungkapan dalam The7Awareness “Jika ada persepsi, lakukan konfirmasi” memiliki budaya
konfirmasi kepada yang bersangkutan adalah bagian dari kemampuan komunikasi
seseorang yang sudah dianggap memiliki karakter kepemimpinan.
Siswa tentu saja juga tidak luput dari permainan “hoax”,
fitnah dan kebohongan oleh teman yang
lainya, persoalanya adalah siswa yang diperlakukan seperti itu juga akan
membalas jika berani dan jika tidak justru akan melakukan kepada adik-adik
kelasnnya dan seterusnya. Suatu hari siswa di Kota terkenal di Jakarta
menceritakan kisahnya dalam sebuah surat kabar bahwa fotonya pernah beredar di
sekolah dengan lawan jenisnya, karena dianggap melanggar akhirnya dirinya di
skor bahkan hampir saja dikeluarkan, beruntungnya dirinya karena ada seorang
ahli IT mengatakan bahwa gambar itu adalah editan dan palsu, walau sudah
berkali-kali menjelaskan kepada sekolah namun pihak seolah tetap percaya kepada
“hoax” sampai akhirnya berakhir ketikaPakar IT mengatakan ini semuanya “hoax”.
Kedua adalah mindset siswa tentang sekolah dan
aktivitas sekolah, banyak
siswa yang memiliki cara berpikir terbaru seperti ini, cara berpikir ini lahir
dikarenakan teknologi dan gadget sudah digengaman tangan terutama mesin pencari
Google yang super cepat dan canggih sehingga siswa merasa guru bukan
segala-galanya sumber pengetahuan di sekolah, persoalanya adalah bukan sampai
disini namun berdampak kepada rasa hormat siswa yang semakin menipis dan
pelan-pelan hilang sehingga apa yang kita saksikan saat ini terjadi ketika
seorang siswa berani melawan guru bahkan sampai siswa melenyapkan nyawa gurunya
ketika pulang mengajar.
Hal ini bisa terjadi dialami oleh siswa sehingga siswa
zaman sekarang kehilangan panutan-role model, dirinya mengalami krisis
keteladanan, yang seharusnya dia dapatkan dari keteladanan orang tua dan guru
namun justru “Zero” yang dia dapatkan. Orang tuanya telah dianggap gagal
oleh banyak anak-anaknya dikarenakan tidak memerankan dirinya sebagai orang tua
yang hebat, coba saja kita ingat bagaimana orang tuanya kita dahulu, bahkan
demi anak-anaknya rela menahan amarah dan emosi bahkan berusaha meredupkan
dihadapan pasanganya ketika ada masalah, bukan justru menunjukan eksistensi
keributan dihadapan anak-anaknya, bahkan mencari dukungan dari anak-anaknya
bahwa dirinya benar dan diluar dirinya salah.
Krisis keteladan kedua adalah sosok guru, zaman sekarang
mencari guru pintar dan berpenampilan keren sangat mudah, namun mencari guru
yang memiliki kharismatik dan kearifan terpancar dalam ketulusan
hatinya adalah hal yang sulit, jika saja sebuah sekolah memiliki tipe guru
seperti ini maka keberkahan akan didapatkan kepada semua siswa tersebut. Inilah yang akan menjaga hati dan jiwa siswa
agar selalu mendapatkan kesuksesan yang bukan semata-mata karena belajar dengan
keras saja namun dikarenakan doa guru-guru hebat.
Ketika guru memiliki prilaku seperti siswa yang
seringkali menarik di mata medsos seperti gaya centil tik-tok dan sebagainya berdampak kepada kehilangan rasa
hormat siswa kepada dirinya, guru boleh saja mengikuti trand zaman now hanya
saja tetap harus berada dalam koridor kepantasan sebagai seorang guru dimata
siswa, ketika nilai-nilai kepantasan dan keseponan itu hilang dalam pribadinya
maka guru seperti ini akan banyak ditinggalkan.
Ketiga adalah
intergritas siswa, inilah yang terpenting adalah ketika sebuah intergitas itu tidak ada
harganya lagi, ketika kejujuran kalah oleh rekayasa, hal inilah menjadi benteng
mental dan karakter siswa, jika siswa yang memiliki integritas dan yang tidak
memiliki integritas dianggap sama saja dihadapan sekolah akan melahirkan
kegagalan motivasi sehingga siwa memiliki keputusasaan tentang pembangunan
mental dan karakter, dalam dirinya berkata “yah, sama aja, jujur atau ga dihadapan
guru sich”. Hal inilah yang harus dijaga jangan sampai terjadi kepada
siswa, justru yang terberat bagaimana siswa terus menjaga dirinya bahwa
kejujuran jauh lebih penting dibandingkan hanya sebatas prestasi dan tepuk
tangan pujian.
Pendidikan karakter
hebat dimulai
pada saat kita berhasil mencetak siswa yang memiliki keyakinan bahwa kejujuran
adalah modal sukses, walau bisa jadi kita tertinggal diawal namun akan sukses
pada waktunya, ketika pendidikan mulai menghargai sebuah kejujuran maka
pendidikan di sebuah bangsa akan sangat maju kedepan dari kejujuran tersebut. Maka sejujurnya,
tugas terberat orang tua bukan mencetak anak-anak pintar namun mencetak
anak-anak yang memiliki kejujuran- integrits tinggi.
Pertanyaan kita sebagai orang tua adalah bagaimana
cara membangunkan karakter bangsa yang jujur dalam diri anak?, dalam
The7Awareness minimal ada 4 langkah yaitu :
Pertama adalah kesadaran dimulai dari rumah, siapa saja
penghuni (pengisi) rumah maka sama-sama membangun kesadaran bahwa kejujuran adalah
nomer pertama walau seringkali ada rasa sakit, marah dan kecewa. Ketika kesadaran
telah diaktifkan dalam rumah akan mendorong lahirnya kesadaran kepada anak-anak
bahwa sukses dan kebahagiaan dimulai dari kejujuran. Bagaimana dengan
sebaliknya, ketika kesadaran justru telah hilang di rumah, fungsi rumah bukan
lagi tempat seperti syurga untuk kehidupan yang baik namun sebatas tempat
tinggal, yah hanya sebatas tempat tinggal. Ketika itu terjadi maka semuanya akan hilang dan berdampak
berbeda di kemudian hari. Seorang anak yang dihakimi, divonis dan disalahkan di
rumahnya akan berdampak trauma-trauma psikologis yang bukan hanya sebulan namun
bisa bertahun-tahun bahkan sampai dirinya tua atau wafat.
Suatu hari di Naqoy Point Center -NPC saya mendapatkan
sebuh keluarga yang sedang mengikuti kelas Parenting The7Awareness family,
kelas ini hanya untuk satu keluarga, ada orang tuanya dan satua anak laki-laki,
ketika ada pertanyaan dari saya “mengapa kamu dek, kurang percaya diri di kelas?”
lalu anak siswa ini menjawab dengan
sangat baik dihadapan saya dan kedua orang tuanya “Saya memiliki kedua orang
tua yang hampir setiap malam selalu ribut dan kadang-kadang suara mereka sampai
terdengar ke tetangga, karena terlalu sering ribut sampai tetangga juga
memaklumi kami, hanya saja buat saya persoalan kedua orang tua yang harus
dibahas dan diselesaikan adalah kejujuran , entah siapa yang salah dan benar tapi
menuju keluarga yang seperti dulu lagi harus dimulai dari kejujuran ayah ibu saya”
katanya
Sang anak lalu menggengam kedua tangan kedua orang
tuanya dan berkata “sekarang saatnya kita ciptakan kebahagiaan seperti dulu
lagi mam, papi, syaratnya adalah kita semua jujur”, kedua orang tuanya
mennagis dan merasa bangga dengan anak laki-lakinya. Akhirnya keluarga Bahagia berhasil
diraih oleh mereka bertiga, banyak diantara kita yang melihat sebuah rumah
tangga yang awalnya Bahagia namun berujung kepada kegagalan, jika diperas dengan
keras ternyata jawabanya adalah kejujuran yang hilang diantara mereka, kejujuran
adalah pondasi, ketika sebuah pondasi rusak, ambruk maka semuanya akan runtuh
tidak terlalu lama.
Kedua adalah kesadaran sekolah tentang penting dan
hebatnya anak jujur. Sebuah sekolah di Kawasan Bogor memberitahu saya bahwa
setelah para guru dan pengurus Yayasan mengikuti training The7Awareness mereka
sepakat memulai semuanya dengan kejujuran termasuk kantin, jika selama ini
kantin sekolah ada yang menjaga, mereka sepakat kantin tidak ada yang menjaga,
semua siswa bisa memesan, memilih dan membayar langsung ke kotak sesuai dengan
yang dirinya beli, mendengar kabar hebat seperti itu tentu saja saya sangat antusias
dan ingin datang kesekolah, seminggu setelah diberitahu saya dan tim Rumah
Kesadaran sengaja ingin kesana, lalu saya menghubungi pihak sekolah yang di
maksud
“Insya Allah, saya dan tim ingin ke sekolah lihat
langsung kantin kejujuran?”
“Maaf pak naqoy, kantinya hanya kuat seminggu”
jawabnya
“loh kenapa?” soalnya nombok tiap hari
“ga pada bayar siswanya” katanya lagi
“yah sudah kalau gitu nanti saya mampir untuk ngobrol
solusi di sekolah” lanjut saya. Ketika sampai di sekolah, saya ditunjukan lokasi
kantin kejujuran yang dimaksud, benar saja kantin ini benar-benar tutup, lalu pihak
sekolah mengatakan “dalam seminggu kami rugi hampir 6 juta, bagaimana kalau
6 bulan” katanya.
“Maksud rugi gimana yah pak” saya bertanya
“Begini pak naqoy, kantin ini kan membutuhkan modal
belanja, sekolah menyiapkan sekitar 10 juta untuk seminggu, hanya saja yang
kembali uanganya hanya 4 juta, jadi dalam seminggu ada 6 juta yang hilan “ katanya. Sayapun
mengusulkan membeli solusi kepada pihak sekolah mengenai hal ini “ide hebat
kantin ini sangat luar biasa bahkan berpotensi memberikan inspirasi kepada
sekolah lainya, hanya saja satu hal yang kita lupa bahwa siswa sendiri belum
mendapatkan pelatihan The7Awareness yang menyadarkan hati mereka bahwa
kejujuran itu nomer satu, sehingga dirinya masih tergoda oleh goadaan “mumpung
sepi, mumpung gratis, mumpung ga ada yang jaga “ dan yang lainya.
Kegagalan membuat sekolah dan kami belajar untuk
memperbaiki , seperti ungkapan dalam the7Awareness bahwa “jangan
takut mencoba dan salah, karena menuju sempurna tidak ada jalan lain kecuali
melewati kesalahan dan kegagalan kecil sampai besar” ketika kesalahan
dan kegagalan datang, disanalah sebenarnya kualitas kita sebagai manusia di uji
“Apakah katagori rata-rata atau diatas rata-rata bahkan bisa jadi dibawah
rata-rata” , karena pemimpin hebat dan orang-orang sukses justru kuat
ketika ada ujian dan tekanan bukan hanya tepuk tangan dan pujian.
Dua bulan setelah kantin tutup pihak sekolah
mewajibkan siswanya mendapatkan pelatihan The7Awareness selama 1
hari, disanalah saya dan tim memberikan kesadaran bahwa orang-orang sukses
memiliki karakter kuat dan dari 21 karakter kuat pemimpin adalah memiliki
kejujuran- integritas. Setelah kesadaran telah dirasakan oleh siswa maka
langkah berikutnya adalah membuka kembaki kantin jujur di sekolah, pihak kepala
sekolah sampai bertanya ulang ke saya
“Apa pak naqoy yaqin” katanya, lalu saya menjawab
“Apa pak naqoy yaqin” katanya, lalu saya menjawab
“Bukan saya yang harus yakin tapi bapak dan ibu guru,
kalau dari saya benar- benar
yakin bahwa siswa telah berubah” saya meyakinkan pihak sekolah, akhirnya pihak sekolah
mengaggarkan sekitar 5 juta, kali ini lebih kecil dari sebelumnnya, saya pun
mengiyakan tanda setuju saja, ternyata seminggu setelah dibuka kantin kejujuran
memiliki untung 4 juta, uang yang kembali dalam seminggu 9 juta rupiah. Saya
ikut senang walau tidak sempat lagi datang ke sekolah tersebut untuk
menyaksikan sendiri.
Ketiga adalah kesadaran para pemimpin di sekitar kita.
Ini menjadi yang
terpenting adalah kesadaran pemimpin dari level kepala sekolah, kepala dinas
sampai bupati /walikota dan diatasnya tentang kejujuran adalah hal pertama
terutama ketika menyeleksian pegawai / karyawan, memiliki karyawan yang jujur
namun pendidikan tinggi atau karyawan yang pendidikan tinggi namun suka
berbohong, maka tentu pilihanya adalah karyawan yang jujur, apalagi selain
jujur dia juga pintar dan sopan dan sebagainya.
Saya sendiri memiliki cerita tentang hal ini, ketika
memberikan pelatihan Leadership di Pertamina tahun 2008-2012 lalu dengan judul
The7Awareness Leadership sharing With Pertamina, saya diajak meeting membahas
mengenai calon “leader future” di pertamina, ketika mereka bertanya kepada saya
apakah syarat tambahan selain syarat yang sudah dibuat oleh manajemen, saya
menjawab “minimal ada 2 hal pertama adalah dia seorang yang jujur dan kedua
orang yang mengutamakan orang tuanya”. Ada salah satu peserta rapat
mengatakan “kenapa harus ada orang tua dalam mengambil keputusan ini” katanya,
lalu saya menjawab kembali “Ketika seseorang memuliakan orang tuanya terutama
ibunya artinya dia bisa membuat prioritas, sementara ketika orang tua saja
diterlentarkan dan disepelakan artinya dia memang tidak memahami manakah yang
utama dan manakah yang bukan. Banyak orang mengatakan bahwa dirinya cinta dan
sayang kepada orang tua namun mewujudkan impian orang tua selalu ditunda dan selalu
banyak alasan, ketika pemimpin tidak bisa membuat prioritas maka akan berdampak
kepada kebijakan yang salah dan memeiliki resiko” saya menjelaskan. Akhirnya
dua syarat tersebut dimasukan menjadi syarat utama dalam program “Leaders
future Pertamina” , bahkan saya mendampingi para leaders
mencari leaders di
Pertamina sampai berjumpa dengan orang tua mereka, kisahpun beragam dari mulai
orang tuanya bangga dengan anaknya sampai ada yang orang tuanya sangat membenci
karena anaknya sama sekali tidak pernah menghargainya lagi sama sekali.
Keberhasilan dari kualitas pendidikan
seseorang adalah ketika dirinya memiliki kejujuran tinggi dan kasih kepada
sesamanya terutama orang tua, jika orang tua saja berani diabaikan
bagaimana dengan karyawan atau pasanganya #NAQOY
[Cite your
source here.]
|
Kejujuran adalah proses yang terus menerus
diperjuangkan bukan hanya sebatas target, mulai saja dari yang kecil dan
sederhana jika dengan kesungguhan maka tidak ada yang mustahil, semuanya
mungkin dan sangat mungkin itu menjadi nyata untuk anda.